Pencarian

Ads 468x60px

Tuesday, July 18, 2017

PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA

“Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk 275 juta penduduk Indonesia”
        Sebelum kita membahas topik ini lebih jauh lagi saya akan memberikan data dan fakta berikut:
158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011
2 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011
10 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI
Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM
                                                                                                                    Sumber : Litbang Kompas
     Kini setelah membaca fakta diatas, apa yang ada dipikran anda? Cobalah melihat lebih ke atas sedikit, lebih tepatnya judul artikel ini. Yah, itu adalah usulan saya untuk beberapa kasus yang membuat hati di dada kita “terhentak” membaca kelakuan para pejabat Negara.
     Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
      Bayangkan apa persaingan yang muncul ditahun 2021? Yang jelas itu akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya ditahun tersebut akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada tahun 2021 tentunya membutuhkan good character.
    Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika, 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh emotional quotient.
       Bagaimana dengan bangsa kita? Bagaimana dengan penerus orang-orang yang sekarang sedang duduk dikursi penting pemerintahan negara ini dan yang duduk di kursi penting yang mengelola roda perekonomian negara ini? Apakah mereka sudah menunjukan kualitas karakter yang baik dan melegakan hati kita? Bisakah kita percaya, kelak tongkat estafet kita serahkan pada mereka, maka mereka mampu menjalankan dengan baik atau justru sebaliknya?
       Dari sudut pandang psikologis, saya melihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis” pada anak yang berusia 21 tahun pada tahun 20011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun. Maaf jika ini mengejutkan dan menyakitkan.
      Walau tidak semua, tetapi kebanyakan saya temui memiliki kecenderungan seperti itu. Saya berulangkali bekerjasama dengan anak usia tersebut dan hasilnya kurang maksimal. Saya tidak “kapok” ber ulang-ulang bekerja sama dengan mereka. Dan secara tidak sengaja saya menemukan pola ini cenderung berulang, saya amati dan evaluasi perilaku dan karakter mereka. Kembali lagi ingat, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang anak perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm.. dan proses seperti ini sering disebut dengan proses mencari jati diri. Pertanyaan saya mencari “diri” itu didalam diri atau diluar diri? “saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan di dunia yang sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup terpenjara oleh keyakinannya yang salah.
       Baiklah kembali lagi ke topik, Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
         Bagi Indonesia sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita bangsa Indonesia, sanggup?
           Theodore Roosevelt mengatakan “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society.” Artinya, mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.
1. Pendidikan karakter di Indonesia

       Di Indonesia, dengan berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.
Balitbang Kemendiknas telah menyusun grand design pendidikan karakter (2010), dimana dijelaskan bahwa secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
     Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Olah Pikir: Cerdas
Olah hati:
Jujur
Bertanggung jawab
Olah raga (Kinestetik):
Bersih,
Sehat, Menarik
Olah Rasa dan Karsa:
Peduli
dan Kreatif


Setelah melakukan penelitian yang panjang, Balitbang Kemendiknas (2010:7) telah menetapkan nilai-nilai yang  dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini:
  • 1.  Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai  pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
  • 2.  Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas  prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum,  ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
  • 3.   Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
  • 4.  Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan diberbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa
Adapun nilai dasar yang dikembangkan dalam pembentukan karakter dan budaya bangsa di Indonesia terdiri dari 18 nilai yang terincikan sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
NO
NILAI
DESKRIPSI
1.
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur
Perilaku yang didasarkan padaupaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3
Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4.
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6.
Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.
Mandiri
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.
Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.
Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10.
Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.
Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.
Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatuyang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
13.
Bersahabat/ Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14.
Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
15.
Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.
Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.
Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.
Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


Dalam catatan tambahannya dijelaskan bahwa ada 5 nilai yang diharapkan menjadi nilai minimal yang dikembangkan di setiap sekolah yaitu nyamanjujur, peduli, cerdas, dan tangguh/kerjakeras. Sekolah dan guru dapat menambah atau pun mengurangi 18 nilai-nilai yang telah terincikan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah dan hakekat materi SK/KD dan materi bahasan suatu mata pelajaran.

2. Pendidikan Karakter Untuk Membangun Manusia Indonesia Yang Unggul

             Ada sebagian kecil kalangan berpandangan bahwa Pemerintah kurang serius dalam membenahi sektor pendidikan. Sesuatu yang debatable karena dari berbagai sudut pandang dan dimensi, pemerintah sangat berkomitmen untuk meningkatkan taraf pendidikan. Mulai dari 20% anggaran khusus untuk pendidikan,  pembangunan bangunan sekolah-sekolah yang rusak, peningkatan taraf hidup dan kualitas guru dan lain-lain.
        Pendidikan adalah elemen penting dalam pembangunan bangsa karena melalui pendidikan, dasar pembangunan karakter manusia dimulai. Yang masih hangat dalam pikiran penulis, yang terlahir di era 70-an, di sekolah dasar kita dibekali pendidikan karakter  bangsa seperti  PMP dan PSPB sampai akhirnya diberikan bekal lanjutan model Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Pendidikan karakter merupakan salah satu hal penting untuk membangun dan mempertahankan  jati diri bangsa.  Sayang, pendidikan karakter di Indonesia perlu diberi perhatian lebih khusus karena selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai. Pendidikan karakter yang dilakukan belum sampai pada tingkatan interalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
      Pendidikan di Indonesia saat ini cenderung lebih mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan  kecerdasan, namun mengabaikan pendidikan karakter. Pengetahuan tentang kaidah moral yang didapatkan dalam pendidikan moral atau etika di sekolah-sekolah saat ini semakin ditinggalkan. Sebagian orang mulai tidak memperhatikan lagi bahwa pendidikan tersebut berdampak pada perilaku seseorang. Padahal pendidikan diharapkan mampu menghadirkan generasi yang berkarakter kuat, karena manusia sesungguhnya dapat dididik , dan harus sejak dini. Meski manusia memiliki karakter bawaan, tidak berarti karakter itu tak dapat diubah. Perubahan karakter mengandaikan suatu perjuangan yang berat, suatu latihan yang terus-menerus untuk menghidupi nilai-nilai yang baik dan tidak terlepas dari faktor lingkungan sekitar. Era keterbukaan informasi akibat globalisasi mempunyai faktor-faktor negatif antara lain mulai lunturnya nilai-nilai kebangsaan   yang dianggap sempit seperti patriotisme dan nasionalisme yangdianggap tidak cocok dengan nilai-nilai globalisasi dan universalisasi.
        Kekhawatiran terhadap pembangunan karakter bangsa yang dimulai dari pendidikan usia dini menjadi perhatian khusus dari Presiden SBY. Dalam beberapa kesempatan Sidang Kabinet, Presiden dan Wakil Presiden mendiskusikan hal-hal yang menjadi perhatian masyarakat dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain masih adanya isu dan tantangan sosial yang seharusnya dapat dipecahkan atas hasil kontribusi sektor pendidikan. Sebagai contoh, meskipun bangsa ini telah memiliki falsafah Pancasila dan ajaran agama, tetapi masih banyak terjadi aksi kekerasan antar komunal atau antar umat beragama.
     Presiden dalam kunjungannya ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, saat memberikan arahan dalam Sidang Kabinet Terbatas tanggal 31 Agustus 2012 yang membahas Program Strategis Pemerintah di bidang Pendidikan berharap perlu ada kontribusi yang dapat disumbangkan oleh sektor pendidikan untuk memperkuat toleransi, baik nilai sikap mental dan perilaku bagi bangsa yang majemuk untuk lebih baik lagi. Sikap toleransi harus dibangun, diajarkan, dan diperkuat kepada anak didik hingga tingkat wajib belajar 9 atau 12 tahun, sehingga diharapkan dapat membuahkan sesuatu yang baik. Wajib belajar 9 tahun dapat dikatakan sebagai formative years, yaitu waktu untuk membentuk karakter, nilai, sikap, dan perilaku bagi perjalan kehidupan manusia. Jika pemerintah dapat mengajarkan sikap toleransi dengan metodologi yang tepat, maka hal ini akan melekat lama.
        Tidak hanya dalam kesempatan di Sidang Kabinet, dalam beberapa acara antara lain National Summit  dan Peringatan Hari Ibu, Presiden SBY menekankan pentingnya nation character building . Kutipan pernyataan Presiden SBY adalah sebagai berikut:  “Dalam era globalisasi, demokrasi, dan modernisasi dewasa ini, watak bangsa yang unggul dan mulia adalah menjadi kewajiban kita semua untuk membangun dan mengembangkannya.  Character building penting, sama dengan national development yang harus terus menerus dilakukan. Marilah kita berjiwa terang, berpikir positif, dan bersikap optimistis. Dengan sikap seperti itu, seberat apapun persoalan yang dihadapi bangsa kita, insya Allah akan selalu ada jalan, dan kita akan bisa terus meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia”.
        Poin dari pernyataan di atas adalah pendidikan karakter mempunyai fungsi strategis bagi kemajuan bangsa, harus ada komitmen untuk menjalankan pendidikan karakter sebagai bagian dari jati diri bangsa. Komitmen yang harus kita jalankan semua, mengacu kepada 5 nilai karakter bangsa untuk menjadi manusia unggul yang disampaikan oleh Presiden SBY yaitu :

  • 1.     Manusia Indonesia yang bermoral, berakhlak dan berperilaku baik;
  • 2.     Mencapai masyarakat yang cerdas dan rasional;
  • 3.     Manusia Indonesia ke depan menjadi manusia yang inovatif dan terus mengejar kemajuan;
  • 4.     Memperkuat semangat “Harus Bisa”, yang terus mencari solusi dalam setiap kesulitan;
  • 5.     Manusia Indonesia haruslah menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa,Negara dan tanah airnya.
         Pendidikan bukan hanya membangun kecerdasan dan transfer of knowledge, tetapi juga harus mampu membangun karakter atau character building dan perilaku. Dengan hakekat pendidikan dan dibangun metodologi yang tepat, maka diharapkan dapat dibangun intellectual curiosity dan membangun common sense. Tidak bisa ditunda lagi, generasi penerus bangsa harus serius untuk dibekali pendidikan karakter agar dapat memenuhi 5 nilai manusia unggul di atas.
3. Mengapa Perlu Adanya Pendidikan Karakter?
    Pendidikan karakter adalah suatu hal yang saat ini ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Nah dalam saya muncul berbagai pertanyaan tentang pendidikan karakter. Diantaranya yaitu Mengapa perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter? 
    Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan yang menjadikan pendidikan karaktersebagai ”program” pendidikan nasional di Indonesia terutama dalam Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II. ”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Untuk menjawab semua tentang pendidikan karakter mari kita bahas satu persatu.

A. Mengapa perlu pendidikan karakter?
       Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).
      Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
    Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai orang yang beragama (Islam misalnya) terkait dengan problem moral dan pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari kasus moral yang pernah menimpa kedua
       Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership; International Center for Character Education). Pendidikan karakter berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum, sastra/humaniora.
Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
      Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu –seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil– dan membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.

B. Pengertian Pendidikan Karakter
   Kata character berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang?. Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya
Williams & Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
       “any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parents and community members, help children and youth become caring, principled and responsible”.
       Maknanya dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.
 Lebih lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari pengertian pendidikan karakter tersebut awalnya digunakan oleh National Commission on Character Education (di Amerika) sebagai suatu istilah payung yang meliputi berbagai pendekatan, filosofi, dan program. Pemecahan masalah, pembuatan keputusan, penyelesaian konflik  merupakan aspek yang penting dari pengembangan karakter moral. Oleh karena itu, di dalam pendidikan karakter semestinya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
C. Tujuh Alasan Perlunya Pendidikan Karakter
Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:
1.     Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya;
2.     Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
3.     Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
4.     Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang beragam;
5.     Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah;
6.     Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
7.     Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
 D. Bagaimana Mendidik Aspek Karakter?
Pendidikan bukan sekedar berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan semata, melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermatabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu, sebagai fungsi yang melekat pada keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter merupakan manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi tugas dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Secara umum materi tentang pendidikan karakter dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich, dan Bier (2008: 442) yang melaporkan bahwa materi pendidikan karakter sangat luas. Dari hasil penelitiannya dijelaskan bahwa paling tidak ada 25 variabel yang dapat dipakai sebagai materi pendidikan karakter. Namun, dari 25 variabel tersebut yang paling umum dilaporkan dan secara signifikan hanya ada 10, yaitu:
1.     Perilaku seksual
2.     Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)
3.     Pemahaman tentang moral sosial
4.     Ketrampilan pemecahan masalah
5.     Kompetensi emosional
6.     Hubungan dengan orang lain (Relationships)
7.     Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)
8.     Prestasi akademis
9.     Kompetensi berkomunikasi
10.   Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam lingkungan pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi aktif sebagai warga negara.
E. Peran Konselor dalam Pendidikan Karakter di Sekolah
Jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah maka konselor sekolah akan menjadi pioner dan sekaligus koordinator program tersebut. Hal itu karena konselor sekolah yang memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan mental, dengan demikian konselor sekolah harus sangat akrab dengan program pendidikan karakter.
Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku kepentingan (siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan programnya. Mulai dari program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang pendidikan karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen konflik, pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program perencanaan individual berupa kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan, dan seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan konseling individu, konseling kelompok.


Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa









                                                                             BAB I
                                                                    PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa dewasa merupakan masa yang dimana manusia mengalami berbagai aspek gejolak perkembangan pada masa remaja. Masa dewasa juga merupakan masa pematangan kemampuan dan karakteristik yang telah dicapai pada masa remaja. Usia di atas 20 tahun dikelompokkan sebagai usia dewasa. Kelompok usia dewasa dibagi lagi menjadi kelompok dewasa muda (20 tahun sampai 40 tahun) dan dewasa (40 tahun sampai 65 tahun ke atas).
Karakteristik masa dewasa tidak sedinamis dan beragam seperti karakteristik perkembangan pada rentang-rentang usia sebelumnya. Hampir seluruh aspek kepribadian mencapai puncak kematangannya pada akhir masa adolesen, atau awal masa dewasa muda. Pada usia dewasa, terutama dewasa muda perkembangan masih berlngsung, pada usia dewasa ada aspek-aspek lainnya berjalan lambat atau berhenti. Bahkan ada aspek-aspek yang mulai menunjukkan terjadinya kemunduran-kemunduran.
Aspek jasmaniah mulai berjalan lamban, berhenti dan secara berangsur menurun. Aspek-aspek psikis (intelektual-sosial-emosional-nilai) masih terus berkembang, walaupun tidak dalam bentuk penambahan atau peningkatan kemampuan tetapi berupa perluasan dan pematangan kualitas. Pada akhir masa dewasa muda (sekitar usia 40 tahun), kekuatan aspek-aspek psikis ini pun secara berangsur ada yang mulai menurun, dan penurunannya cukup drastis pada akhir usia dewasa.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa karakteristik perkembangan masa dewasa?
2.      Bagaimana perbedaan individual masa dewasa?
3.      Apa saja kebutuhan-kebutuhan masa dewasa?

C. Tujuan
1.      Dapat mengetahui karakteristik perkembangan orang dewasa.
2.      Dapat mengetahui bagaimana perbedaan individual masa dewasa.

1
 
Dapat mengetahui kebutuhan-kebutuhan orang dewasa.

                                                                              BAB II
                                                                      PEMBAHASAN

A.    Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa

1.      Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik yang telah lengkap,pada masa dewasa muda tinggi badan naik sekitar 2-3 cm, kecuali dengan latihan yang luar biasa. berat badan juga terus bertambah secara tak beraturan sesuai dengan kebiasaan hidup.
Dari pertumbuhan fisik, menurut Santrock (1999) diketahui bahwa dewasa muda sedang mengalami peralihan dari masa remaja untuk memasuki masa tua. Pada masa ini, seorang individu tidak lagi disebut sebagai masa tanggung (akil balik), tetapi sudah tergolong sebagai seorang pribadi yang benar-benar dewasa (maturity). la tidak lagi diperlakukan sebagai seorang anak atau remaja, tetapi sebagaimana layaknya seperti orang dewasa lainnya. Penampilan fisiknya benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas-tugas seperti orang dewasa lainnya, misalnya bekerja, menikah, dan mempunyai anak. la dapat bertindak secara bertanggung jawab untuk dirinya ataupun orang lain (termasuk keluarganya). Segala tindakannya sudah dapat dikenakan aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya bila terjadi pelanggaran, akibat dari tindakannya akan memperoleh sanksi hukum (misalnya denda, dikenakan hukum pidana atau pe\rdata}. Masa ini ditandai pula dengan adanya perubahan fisik, misalnya tumbuh bulu-bulu halus, perubahan suara, menstruasi, dan kemampuan reproduksi.
Pada masa dewasa awal inilah seluruh organ tubuh manusia akan mencapai puncak pertumbuhan yang mana setelah itu akan mengalami penurunan secara perlahan dan terus-menerus. Penurunan tersebut akan terjadi secara drastis pada usia empat puluhan,  tak terkecuali pada panca indera. Perubahan fungsional dan generatif pada mata berakibat mengecilnya bundaran kecil pada anak mata, mengurangnya ketajaman mata dan akhirnya cenderung menjadi glukoma, katarak dan tumor. Pada usia ini kebanyakan orang menderita presbiopi atau kesulitan melihat sesuatu dari jarak jauh, yaitu kehilangan berangsur-angsur daya akomodasi lensa mata sebagai akibat dari menurunnya elastisitas lensa mata. Antara umur 40-50 tahunan daya akomodasi lensa mata biasanya tidak  mampu untuk melihat dengan jarak dekat sehingga yang bersangkutan terpaksa harus mamakai kaca mata.
Selain itu kekuatan dan energi pada masa dewasa ini akan matang. Misalnya, Selepas dari bangku pendidikan tinggi, seorang dewasa muda berusaha menyalurkan seluruh potensinya untuk mengembangkan diri melalui jalur karier. Kehidupan karier, sering kali menyita perhatian dan energi bagi seorang individu. Hal ini karena mereka sedang rnerintis dan membangun kehidupan ekonomi, agar benar-benar mandiri dari orang tua. Selain itu, mereka yang menikah harus rnemikirkan kehidupan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, mereka memiliki energi yang tergolong luar biasa, seolah-olah mempunyai kekuatan ekstra bila asyik dengan pekerjaannya.

2.      Perkembangan Intelektual
Masa perkembangan dewasa muda (young adulthood) ditandai dengan keinginan mengaktualisasikan segala ide-pemikiran yang dimatangkan selama mengikuti pendidikan tinggi (universitas/akademi). Mereka bersemangat untuk meraih tingkat kehidupan ekonomi yang tinggi (mapan). Karena itu, mereka berlomba dan bersaing dengan orang lain guna membuktikan kemampuannya. Segala daya upaya yang berorientasi untuk mencapai keberhasilan akan selalu ditempuh dan diikuti sebab dengan keberhasilan itu, ia akan meningkatkan harkat dan martabat hidup di mata orang lain.
Ketika memasuki masa dewasa muda, biasanya individu telah mencapai penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang matang. Dengan modal itu, seorang individu akan siap untuk menerapkan keahlian tersebut ke dalam dunia pekerjaan. Dengan demikian, individu akan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan mampu mengembangkan daya inisiatif-kreatifnya sehingga ia akan memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Dengan pengalaman-pengalaman tersebut, akan semakin mematangkan kualitas mentalnya.

3.      Perkembangan Moral.
Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001} menyatakan bahwa golongan dewasa muda berkisar antara 21-40 tahun. Masa ini dianggap sebagai rentang yang cukup panjang, yaitu dua puluh tahun. Terlepas dari panjang atau pendek rentang waktu tersebut, golongan dewasa muda yang berusia di atas 25 tahun, umumnya telah menyelesaikan pendidikannya minimal setingkat SLTA (SMU-Sekolah Menengah Umum), akademi atau universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikan, umumnya telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi.
Dari sini, mereka mempersiapkan dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Namun, lebih dari itu, mereka juga harus dapat membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka juga harus dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara.
Dalam kaitannya dengan kecerdasan emosional, Sesungguhnya otak juga sangat mempengaruhi dalam emosi orang dewasa, yang mana ada komponen-komponen otak yang berperan dalam pembentukan emosi seseorang, yaitu antara lain:
1. Kortex
a. Memberi makna apa yang  kita serap
b. Mengatur fungsi penglihatan, memori jangka panjang
c. Bagian ini membuat kita memiliki perasaan akan perasaan kita sendiri, memahami, menganalisis mengapa punya perasaan tertentu.
2. Hippocampus
a. Tempat proses pembelajaran, disimpannya emosi
b. Pemicu bagi reaksi emosi Amigdala
3. Amigdala
a. Pusat pengendali emosi
b. Pemicu reaksi

4. Perkembangan Motorik
Kemampuan motorik orang dewasa mencapai puncak kekuataannya antara usia 20 tahun sampai 30 tahun. Kecepatan respon maksimal terdapat antara usia 20 tahun sampai 25 tahun, setelah itu kemampuan ini sedikit demi sedikit menurun.
Kemampuan motorik ini mempunyai hubungan yang positif dengan kondisi fisik yang kuat dan kesehatan yang baik. Kondisi fisik yang kuat dan kesehatan yang baik memungkinkan orang dewasa melatih keterampilan-keterampilannya secara lebih baik disamping itu, orang dewasa yang mempunyai kemampuan motorik yang baik cenderung akan dapat menyelesaikan dengan baik pekerjaan yang menuntut kemapuan fisik.
Dalam hal mempelajari keterampilan-keterampilan motorik baru orang dewasa yang berusia 20 tahun menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil meraka yang mempelajarinya dalam mendekati usia setengah baya.
4
 

 
Dengan bekal kemmpuan motorik yang sangat baik, orang dewasa dapat melaksanakan dengan baik kegiatan-kegiatan dalam lingkup tugas-tugas perkembangannya. Orang dewasa yang mempunyai kemampuan motorik yang baik akan dengan cepat menguasai ketrampilan-keterampilan dalam berolahraga dan berkarya hal ini memudahkan mereka untuk bergaul dan berkomunikasi baik dilingkungan masyarakat maupun dilingkungan pekerjaan.

5. Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi pada orang dewasa dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu perkembangan emosi pada kelompok dewasa dini, kelompok dewasa madya, dan juga kelompok dewasa lanjut. Perkembangan emosi pada kelompok dewasa dini sekitar (18-40 tahun) terutama pada orang-orang yang baru memasuki fase ini (18-25 tahunan) dimana mereka baru saja beranjak dari masa remaja meraka, tentu saja perkembang emosi mereka pun masih terbawa dari fase remaja mereka yang dikenal memiliki emosi yang tidak stabil. Pada beberapa orang, ada yang mampu menyesuaikan diri dengan cepat, sehingga pada fase awal dewasa dini mereka  telah mampu menguasai stabilits emosi mereka. Namun ada pula beberapa dari mereka yang tidak mampu menyesuaikan emosi mereka, sehingga pada pertengahan masa dewasa dini sekitar (30 tahunan) masih ada beberapa diantara mereka yang memiliki ketidak stabilan emosi, terutama dalam menjalani masalah- masalah hidup yang mereka sulit untuk dipecahkan.
Terdapat keterkaitan antara perkembangan emosi pada saat mereka kanak – kanak, remaja dengan perkembangan emosi mereka pada saat telah dewasa. Orang tua yang tidak membiasakan sejak dini anaknya untuk berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri dan terlalu memanjakannya. Tentu saja akan membawa dampak terhadap perkembangan emosi orang – orang ini pada saat dewasa

    6.  Perkembangan Karier
Orang bekerja bukan hanya untuk mendapatkan nafkah, tetapi juga untuk mengembangkan karier. Dalam pengembangan karier, pemilihan dan perencanaan karier menjadi hal yang sangat penting, sebab hal ini menentukan karier seseorang selanjutnya, bahkan menentukan kehidupannya. Sejalan dengan berlangsungnya proses perubahan persepsi tentang hak dan derajat wanita, dewasa ini pengembangan karier bukan hanya milik kaum pria, tetapi juga kaum wanita. Dewasa ini telah lebih banyak jumlah wanita yang berkarier dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Banyak kaum wanita yang menunda pernikahan, menunda punya anak, bahkan tidak menikah demi pengembangan karier.

B. faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan masa dewasa
1. Menurut teori nativisme
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Teori ini muncul dari filsafat nativisma (terlahir) sebagai suatu bentuk dari filsafat idealisme dan menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh hereditas, pembawaan sejak lahir, dan fakt
6
 
or alam yang kodrati. Pelopor aliran Nativisme adalah Arthur Schopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup tahun 1788-1880. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor lingkungan sendiri dinilai kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Pada hakekatnya aliran Nativisme bersumber dari Leibnitzian Tradition, sebuah tradisi yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil perkambangan ditentukan oleh pembawaan sejak lahir dan genetik dari kedua orang tua.
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari lahir, ia kan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, maka ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang dibawa tidak akan berguna bagi perkembangan anak itu sendiri.
Walaupun dalam kenyataan sehari-hari sering ditemukan secara fisik anak mirip orang tuanya, secara bakat mewarisi bakat kedua orangtuanya, tetapi bakat pembawaan genetika itu bukan satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, tetapi masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan dan pembentukan anak menuju kedewasaan, mengetahui kompetensi dalam diri dan identitas diri sendiri (jati diri).
2. Menurut teori emperisme
Tokoh aliran Empirisme adalah John Lock, filosof Inggris yang hidup pada tahun 1632-1704. Empire artinya pengalaman. Aliran empirisme berlawanan 1800 dengan aliran nativisme, karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi dewasa itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil. Pada dasarnya manusia itu bisa didik apa saja menurut kehendak lingkungan atau pendidikannya.
Teorinya John Lock dikenal dengan Tabulae rasae (meja lilin), yang menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Faktor bawaan dari orangtua (faktor keturunan) tidak dipentingkan. Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan (sosial, alam, dan budaya). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar memegang peranan sangat penting, sebab pendidik menyediakan lingkungan pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan se¬bagai pengalaman. Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Dalam dunia pendidikan, pendapat empirisme dinamakan optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan hasilnya sangat optimis dapat mempengaruhi.
Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat diberikan dan pendidik ahli didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada. Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan hasilnya tidak optimal.
Contoh lain, ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin, yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama. Kelemahan aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
3. Aliran konvergensi.
Tokoh aliran Konvergensi adalah William Stem. la seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-1939. Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk mencapai suatu hasil.Aliran Konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan, dan kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Anak yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran Konvergensi menganggap bahwa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan. Jadi, faktor pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Hanya saja, William Stem tidak menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor tersebut belum bisa ditetapkan
Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan bakat itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak akan berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-cakap.

C. Perbedaan Individual Masa Dewasa
1.      Minat
a.      Minat pribadi.
Penampilan. Ketika orang tumbuh dewasa, pria dan wanita telah belajar untuk menerima perubahan-perubahan fisik dan telah tahu pula memnfaatkannya. Dia sudah tahu bahwa penampilan yang menarik adalah potensi kuat dalam pergaulan. Minat untuk meningkatkan penampilan mulai berkurang menjelang umur tigapuluhan, ketika ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangga terasa kuat. Namun minat akan penampilan muncul lagi jika mulai ada tanda-tanda ketuaan.
Pakaian dan perhiasan. Orang mengetahui bahwa penampilan itu penting bagi keberhasilannya di semua bidang kehidupan, sehingga sering menghabiskan uang dan waktu untuk pakaian dan perhiasan dalam penyesuaian pribadi maupun sosial. Minat ini tidak menjadi berkurang seiring bertambahnya usia.selain meningkatkan penampilan, pakaian pada masa dewasa dini merupakan indikasi status sosial, symbol individualitas, prestasi sosio-ekonomi, dan meningkatkan daya tarik.
Simbol kedewasaan, Orang dewasa muda biasanya berusaha menunjukkan kepada orang lain bahwa dia bukan remaja lagi tapi sudah sepenuhnya dewasa dengan hak-hak, keistimewaan, serta tanggungjawab yang menyertainya. Jika orang-orang muda itu telah memantapkan dirinya sebagai orang dewasa melalui pekerjaan, perkawinan atau telah menjadi orang tua, kebutuhan akan lambang kedewasaan akan berkurang dan pudar.
Simbol status, Simbol staus adalah tanda-tanda tertentu yang membedakan seseorang dengan orang lain. Bentuknya bisa berupa mobil, rumah dalam lingkungan bergengsi, keanggotakan klub, dan harga benda mewah lainnya. Rumah merupakan yang paling penting karena menentukan prestisenya di mata orang lain.
Uang, Mereka tertarik pada uang karena dapat memnuhi kebutuhan saat ini, daripada untuk hari depan. Ada anggapan jika ia memiliki atau mengerjakan hal-hal yang ada dari kelompoknya, kepemilikan itu akan mempercepat penerimaan dalam kalangan itu serta memantapkan kedudukannya. Berbagai masalah yang ditimbulkan uang berasal dari kurangnya pengetahuan bagaimana memanfaatkan uang secara bijaksana atau terbawa kebiasaan sewaktu masih remaja.
Agama, Peacock menamankan periode usia dua puluhan sebagai ‘periode dalam kehidupan yang paling tidak religius.’ Mereka jarang ke tempah ibadah dan berdoa. Tapi jika sudah berkeluarga, minat ini kembali muncul karena dia memiliki tanggung jawab moral untuk membimbing anaknya. Factor yang mempengaruhi minat keagamaan pada mada dewasa dini adalah jenis kelamin, kelas sosial. Lokasi tempat tinggal, latar belakang keluarga, minat religius teman-teman, pasangan dan iman yang berbeda, kecemasan akan kematian, dan pola kepribadian.

b.      Minat rekreasi
Istilah rekreasi diartikan sebagai kegiatan memberikan kesegaran atau mengembalikan kekuatan dan kesegaran rohani sesudah lelah bekerja atau sesudah mengalami keresahan batin. Banyak faktor yang mempengaruhi pola rekreasi orang dewasa dini, antara lain :
Kesehatan, Orang-orang muda yang sehat dapat mengikuti bentuk rekreasi yang lebih luas serta fisik lebih melelahkan daripada mereka yang fisiknya lemah. Namun orang-orang yang sehat pun mengurangi bentuk-bentuk rekreasi yang melelahkan apabila mereka sudah setengah baya dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan hiburan dan bentuk rekreasi yang tidak begitu menguras tenaga.
Waktu, Orang dewasa tetap kekurangan waktu rekreasi disbanding saat masih remaja karena tanggung jawab rumah tangga dan keluarga, kewajiban terhadap organisasi atau perkumpulan mereka, atau keharusan untuk mencari pekerjaan tambahan supaya dapat memperoleh lambang status dianggap penting. Jadi mereka milih rekreasi yang paling memuaskan, praktis dari segi waktu dan uang.
Status perkawinan, Bagi keluarga-keluarga besar kebanyakan rekreasi keluarga dilaksanakan di dalam rumah, yaitu dengan menonton televisi, atau permainan-permainan lain yang melibatkan anggota-anggota keluarga.
Status sosioal – ekonomi, Golongan menengah punya lebih banyak waktu  dan dapat mengikuti lebih banyak bentuk rekreasi, sebagian darinya berhubungan dengan pekerjaan, misalnya membaca. Golongan menengah umumnya mengambil tempat di rumah sedangkan orang muda golongan bawah umumnya ikut serta dengan bentuk-bentuk hiburan komersial di luar rumah.
Jenis kelamin, Misalnya sebagian besar rekreasi wanita yang sudah berkeluarga terbatas pada bentuk – bentuk rekreasi di rumah.
Text Box: 9Penerimaan social, Orang yang lebih popular akan lebih banyak meiliki kesempatan rekreasi sosial. Orang muda yang masih menyelesaikan sekolahnya, lebih banyak memiliki kesempatan rekreasi daripada yang sudah tidak sekolah lagi.
Sebuah analisis menunjukkan bahwa kegiatan itu berorientasikan keluarga atau lingkungan tetangga dan sangat berbeda dengan remaja. Perubahan ini disebabkan karena anak-anaknya yang masih kecil mengharuskan bentuk rekreasi yang berpusat pada anak. Bahkan bila anaknya sudah remaja, rekreasi orang tua masih juga beorientasi keluarga.
Bentuk – bentuk rekreasi pada usia dewasa dini misalnya sekedar berbincang-bincang, berdansa, atau olah raga dan permainan.

c.       Minat sosial.
Semua orang dewasa pasti memiliki tujuan,dan posisi dalam kehidupan,entah itu dalam lingkungan secara luas maupun lingkungan sekolah atau perguruan tinggi ataupun lingkungan keluarganya. posisi dan tujuan tersebut memicu orang dewasa untuk berperanan di dalamnya. orang dewasa yang noramal memiki minta untuk lebih berarti lebih berdaya guna bagi lingkungan masyarakat. Atas dasar itulah semua orang dewasa memiliki minat yang mengarah pada kontek social. beberapa faktor yang mempengaruhi  minat dan aktivitas social orang dewasa adalah:
1)                        Monilitas sosial.
2)                        Status social Ekonomi.
3)                        Lamanya tinggal dalam suatu kelompok.
4)                        Kelas social.
5)                        Lingkungan.
6)                        Jenis kelamin.
7)                        Umur kematangan social.
8)                        Urutan kelahiran.
9)                        Keanggotaan dari tempat beribadah.
Dalam masa dewasa dini, orang sering merasa kesepian. Havighurst telah menjelaskan bahwa rasa kesepian pada masa dewasa dini terjadi karena periode itu merupakan periode yang kurang teroganisir dalam kehidupna seseorang, yang menandai transisi, dari lingkungan yang terbagi menurut umur ke lingkungan yang terbagi menurut status sosial. Dari sekian banyak pergeseran minat, terdapat perubahan yang paling sulit dan banyak ditemui. Hal tersebut antara lain :
Perubahan dalam peran serta social, Beberapa factor yang mempengaruhi pertisipasi sosial pada masa dewasa dini yaitu : mobilitas sosial, status sosial-ekonomi, lamanya tinggal dalam suatu kelompok masyarakat, kelas sosial, kedaan lingkungan, jenis kelamin, umur kematangan seksual, urutan kelahiran, dan kenggotaan kelompok ibadah agama.
Perubahan dalam persahabatan, Keinginan untuk popular dan banyak teman memudar perlahan. Mereka selektif dalam memilih teman. Meski temannya tidak banyak, tapi hubungannya lebih akrab.
Perubahan dalam kelompok social, Keakraban dengan teman masa remaja biasanya berlanjut ke masa dewasa. Pada usia pertengahan tigapuluhan atau empatpuluhan, tema semakin banyak, tapi kurang berminat berganti teman. Ini menimbulakn hubungan yang erat dalam kelompok sosial. Salah satu masalah yang berhubungan dengan mobilitas kerja adalah sulitnya untuk mendapat teman baru yang akrab jika keluarga harus pindah ke lingkungan yangbaru.
Perubahan nilai popularitas, Popularitas kurang penting bagi orang yang mendekati usia madya. Beberapa teman yang cocok lebih bernilai dari pada kelompok besar yang kurang serasi atau akrab.
Perubahan dalam status kepemimpinan, Orang dewasa meraih status kepemimpinan dengan berbagai cara. Kualitas yang penting bagi pemimpin dewasa antara lain : status sosial ekonomi yang tinggi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mayoritas dalam kelompok, konsep pribadi yang realistis, tujuan yang realistic, kemampuan menyatakan perbedaan pendapat dengan bijaksana, kemampuan menerima keberhasilan atau kegagalan secara simpatik, kemampuan dan kesedihan menerima wewenang, kemampuan dan kesedian berkomunikasi dengan orang lain, dan kesediaan bekerja untuk kelompok.

2.      Keperibadian
Keperibadian orang dewasa disini mengacu pada kualitas total perilaku orang dewasa yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik ( sifat khas yang membedakan individu dewasa yang satu dengan yang lain), keunikannya itu didukung oleh struktur organisasi ciri – ciri jiwa raganya yang terbentuk secara dinamis. Ciri – ciri jiwa raga(kondisi fisik, penampilan, proporsi hormone, darah dan cairan tubuh lainnya, kognitif, afektif, dan konatif) tersebut saling berhubungan dan berpengaruh satu sama lain sehingga mewujudkan suatu system yang kesemuanya itu akan mewarnai dan menentukan kualitas tindakan atau perilaku orang dewasa yang bersangkutan.
Ciri – ciri kepribadian orang dewasa yang tampak dalam interaksinya  dengan lingkungannya, antara lain sebagai berikut:
1)      Karakter yang mengacu pada konsekuen tidakanya dalam melakukan aturan etika perilaku, atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat, konsisten tidaknya tindakan dalam menghadapi situasi lingkungan yang serupa atau berbeda-beda.
2)      Temperamen yang mengacu pada cepat atau lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungannya.
3)      Sikap, yang mengacu pada positif dan negatifnya atau ambivalensinya sambutannya terhadap objek-objek(orang, benda, peristiwa, noram atau nilai etis, estetis, dan sebagai nya).
4)      Stabilitas emosional, yang mengacu pada mudah tidaknya tersinggung, marah, menangis, atau putus asa.
5)      Tanggung jawab, yang mengacu pada menerima atau cuci tangan atau melarikan diri  dari resiko atas tindakan dan perbuatannya.
6)      Sosialibilitas, yang mengacu pada keterbukaan atau ketertutupan dirinya serta kemampuannya berkomunikasi dengan orang lain.

1.        Kecakapan
Kecakapan orang dewasa yang satu dengan yang lain berbeda. Orang dewasa yang tampak dapat bertindak secara cepat ( waktunya singkat ), tepat (hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan) dan dengan mudah (tanpa menghadapi hambatan dan kesulitan yang berarti), lazim dikenal dengan cakap, dalam istilah spikologis orang tersebut disebut sebagai orang yang berprilaku inteligen.
Individu orang dewasa memiliki kecakapan tertentu bukan karena kelahirannya semata-mata, melainkan juga karena perkembangan dan pengalamannya. Memang individu dianugerahi potensi dasar atau kapasitas untuk berprilaku inteligen. Kecakapan sering juga disebut abilitas, yang dibedakan dalam 2 kategori sebagai berikut:
Kecakapan nyata, atau actual yang mengacu kepada aspek kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekrang juga. Kecakapan nyata ini merupakan hasil usaha atau belajar dengan cara, bahan dan dalam hal tertentu yang telah dijalaninya.
Kecakapan potensial yang mengacu kepada aspek kecakapan yang masih terkandung dalam diri yang bersangkutan yang diperolehnya secara secara herediter (pembawaan kelahirannya), yang dapat berupa abilitas dasar umum (intelegensi) dan abilitas dasar khusus(bakat).
Adapun intelegansi dan bakat orang dewasa itu hanya dapat dideteksi dengan mengidentifikasi indikator-indikatornya yang dimanifestasikan dalam kualifikasi prilaku orang dewasa tersebut.


D. Kebutuhan-Kebutuhan Masa Dewasa

Apa dorongan orang dewasa melakukan suatu aktivitas? Pertanyaan ini cukup mendasar untuk dikaji melalui teori tentang kebutuhan. Pertanyaan itu kemudian memunculkan jawaban dengan adanya teori biologis (biogenic theories ) dan teori sosiologis (sosiogenetic theories ). Teori biologis adalah teori yang menyangkut proses biologis, lebih menekankan pada mekanisme pembawaan biologis, seperti insting dan kebutuhan-kebutuhan biologis. Sedangkan teori sosiologis adalah suatu teori yang lebih menekankan pada pengaruh kebudayaan atau kehidupan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa orang dewasa melakukan aktivitas karena didorong oleh adanya faktor-faktor biologis serta adanya pengaruh perkembangan budaya manusia.

1. Biologis
Manusia sebagai makhluk hidup dari semenjak bayi hingga dewasa mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi salah satunya adalah kebutuhan biologis yang terdiri dari oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi,cairan, istirahat dan tidur, melakukan aktivitas, pakaian, tempat berlindung, bereproduksi, dan mempunyai suhu tubuh.
Namun pada manusia dewasa dalam kebutuhan biologis yakni bereproduksi atau kebutuhan seks adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan; setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi dua jenis:seksual dan aseksual Dalam reproduksi aseksual, suatu individu dapat melakukan reproduksi tanpa keterlibatan individu lain dari spesies yang sama. Pembelahan sel menjadi dua sel anak adalah contoh dari reproduksi aseksual. Walaupun demikian, reproduksi aseksual tidak dibatasi kepada organisme bersel satu. Kebanyakan tumbuhan juga memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi aseksual. Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua individu, biasanya dari jenis kelamin yang berbeda. Reproduksi manusia normal adalah contoh umum reproduksi seksual. Secara umum, organisme yang lebih kompleks melakukan reproduksi secara seksual, sedangkan organisme yang lebih sederhana, biasanya satu sel, bereproduksi secara aseksual.

2. Sosial.
Kebutuhan sosial, meliputi kebutuhan rasa memiliki dan rasa kasih sayang. Termasuk kebutuhan berteman dan bersahabat, kehidupan keluarga, hubungan yang akrab dengan orang lain, memperoleh tempat yang baik dalam kelompok yang dipilih, dan untuk disayangi dan menyayangi terhadap orang lain. Kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki (love and Belonging needs) ketika masa dewasa awal seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti jabatan dan pekerjaan untuk memenuhi kehidupan masa dewasa untuk keluarga, anak dan istri.
Bentuk kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari :
1)       Pujian dan hinaan : pujian merangsang manusia untuk mengejar prestasi dan kedudukan yang terpuji sedangkan hinaan menyadari manusia dari kekeliruan dan pelanggaran terhadap etika sosial.
2)       Kekuasaan dan mengalah : Kebutuhan kekuasaan dan mengalah ini tercermin dari adanya perjuangan manusia yang tidak ada hentinya dalam kehidupan.
3)       Pergaulan : Kebutuhan manusia yang mendorong manusia untuk bergaul sebagai homo socius (Makhluk bermasyarakat) dan Zonpoliticon (Makhluk yang berorganisasi).
4)        Imitasi dan simpati : Kebutuhan manusia dalam pergaulannya yang tercermin dalam bentuk meniru dan mengadakan respon emosional. Tindakan tersebut menurutnya adalah sebagai akibat adanya kebutuhan akan imitasi dan simpati.
5)       Perhatian : Kebutuhan akan  perhatian merupakan satu-satunya kebutuhan sasial yang terdapat pada setiap individu.
Murray dan Edwards mengungkapkan 15 aspek kebutuhan orang dewasa, yaitu sebagai berikut:
1)      Kebutuhan berprestasi (achievement)
Mengacu pada doronganuntuk mencapai hasil sebaik mungkin, dan lain sebagainya.
2)      Kebutuhan rasa hormat (deference)
Mengacu pada dorongan untuk mendapat pengaruh dari orang lain, dan lain sebagainya.
3)      Kebutuhan keteraturan (order)
Mengacu pada dorongan untuk melakukan pekerjaan secara rapi serta teratur dan lain sebagainya.
4)      Kebutuhan memperlihatkan diri (exhibition)
Mengacu pada dorongan untuk memperlihatkan diri agar menjadi pusat perhatian orang dan lain sebagainya.
5)      Kebutuhan otonomi (autonomy)
Mengacu pada dorongan untuk menyatakan kebebasan diri dalam berbuat atau mengatakan apapun dan lain sebagainya.
6)      Kebutuhan afiliasi (affiliation)
Mengacu pada dorongan untuk setia kawan, dan lain sebagainya.
7)      Kebutuhan intrasepsi (intraception)
Mengacu pada dorongan untuk menganalisis motif dan perasaan diri dan lain sebagainya.
8)      Kebutuhan berlindung (succorance)
Mengacu pada dorongan untuk memperoleh bantuan orang lain apabila mendapat kesulitan dan lain sebagainya.
9)      Kebutuhan dominan (dominance)
Mengacu pada dorongan untuk membantah pendapat orang lain dan lain sebagainya.
10)  Kebutuhan merendah (abasement)
Mengacu pada dorongan untuk mengakui berdosa apabila berbuat keliru dan lain sebagainya.
11)  Kebutuhan memberi bantuan (nurturance)
Mengacu pada dorongan untuk menolong kawan yang kesulitan dan lain sebagainya.
12)  Kebutuhan perubahan (change)
Mengacu pada dorongan untuk menggarap hal-hal yang baru dan lain sebagainya.
13)  Kebutuhan ketekunan (endurance)
Mengacu pada dorongan untuk bertahan pada suatu pekerjaan hingga selesai dan lain sebagainya.
14)  Kebutuhan heteroseksualitas (heterosexuality)
Mengacu pada dorongan untuk bepergian dengan kelompok yang berlawanan jenis kelamin dan lain sebagainya.
15)  Kebutuhan agresi (aggression)
Mengacu pada dorongan untuk menyerang pandangan yang berbeda dan lain sebagainya.
Di antara kebutuhan utama dan kuat yang mendorong individu orang dewasa untuk hidup berkeluarga adalah kebutuhan material, kebutuhan seksual, dan kebutuhan psikologis. Tetapi dari segi psikologi, kebutuhan utama dan terkuat untuk berkeluarga bagi orang dewasa adalah kebutuhan akan cinta, rasa aman, pengakuan, dan persahabatan.




                                                                              BAB III
                                                                           PENUTUP

A.    Simpulan
Masa dewasa adalah masa tenang setelah mengalami berbagai aspek gejolak perkembangan pada masa remaja. Masa dewasa juga merupakan masa pematangan kemampuan dan  karakteristik yang telah dicapai pada masa remaja.
Karakteristik perkembangan orang dewasa terbagi menjadi 7 perkembangan, yaitu:
1)      Perkembangan fisik,
2)      Perkembangan intelek,
3)      Perkembangan moral,
4)      Perkembangan bahasa.
5)      Perkembangan motorik.
6)      Perkembangan emosi
7)      Pengembangan karier.
 Adapun yang menjadi perbedaan individual orang dewasa dengan yang lainnya, adalah:
1)      Perbedaan dalam minat,
2)      Kepribadian,
3)      Kecakapan
Semantara kebutuhan orang dewasa antara lain yaitu kebutuhan
1)      Biologis
2)      Sosial
Dan kebutuhan orang dewasa, menurut Murray dan Edwards terdapat 15 aspek, yaitu sebagai berikut:
1)      Kebutuhan berprestasi
2)      Kebutuhan rasa hormat
3)      Kebutuhan keteraturan
4)      Kebutuhan memperlihatkan diri
5)      Kebutuhan otonomi
6)      Kebutuhan afiliasi
7)      Kebutuhan intrasepsi
8)      Kebutuhan berlindung
9)      Kebutuhan dominan
10)  Kebutuhan merendah
11)  Kebutuhan memberi bantuan
12)  Kebutuhan perubahan
13)  Kebutuhan ketekunan
14)  Kebutuhan heteroseksualitas
15)  Kebutuhan agresi.









































                                                  DAFTAR  PUSTAKA


Sofa (2008). Perkembangan Orang Dewasa. Tersedia di: http://massofa.wordpress.com/
2008/02/03/  Diakses tanggal 13 Februari 2017
Jayanti, Ririn (2010). Oranag dewasa. Tersedia di:
http://smartfy.blogspot.com/2010/05/orang-dewasa.html  Diakses tanggal 13 Februari 2017





















 






                                                                                                     

                                                                             





 
Blogger Templates